Yang Tertulis Akan Abadi

yang tertulis akan abadi

 Scripta manent verba volant (Yang tertulis akan terus abadi).

Kalimat tersebut saya dapat ketika mengikuti pelatihan menulis pada tahun pertama kuliah. Kalimat itu diucapkan oleh pembicara dan ditulis di papan tulis, meninggalkan kesan mendalam di benak saya. Lima kata simpel yang mengena, dan saya merasa bahwa kalimat itu sejalan dengan alasan mengapa saya menulis.

Karya tulisan saya pertama kali adalah sebuah cerpen yang saya buat ketika saya kelas empat SD. Waktu itu kalau tidak salah saya menulis cerpen untuk mengikuti lomba yang diadakan di sekolah. Kalau tidak salah juga, cerpen yang saya buat bertemakan cerita anak-anak mengenai kebiasaan menyisakan makanan. Yang paling saya ingat adalah cerpen saya itu dipajang di mading sekolah karena menang, tapi lupa mendapat juara keberapa.

Sejak kecil saya memang sudah banyak disuguhi berbagai buku sehingga saya hobi membaca, terutama membaca cerita.

Setiap mendapatkan buku paket pelajaran, saya langsung mengincar buku pelajaran Bahasa Indonesia dan membaca setiap cerita yang ada dalam buku pelajaran itu. Bahkan kalau sudah selesai mengupas tuntas semua cerita yang ada dalam buku pelajaran saya, saya pun meminjam buku pelajaran adik-adik saya. Buku Bahasa Indonesia tentunya. Karena yang selalu ada ceritanya hanya ada di buku paket Bahasa Indonesia.

Mungkin karena pada dasarnya saya suka cerita, saya pun menjadi suka menulis cerita. Saya terus menulis beberapa cerpen dan novel hingga duduk di bangku SMA. Mulai rajin mengikuti berbagai pelatihan menulis yang diadakan di sekolah, yang sering mendatangkan penulis ternama. Saya tidak bercita-cita menjadi penulis, tapi saya bercita-cita menjadi apapun saya nanti, saya akan tetap menulis.

Ketika lulus dari SMA, saya mengalami titik gelap dalam hidup saya yang membuat saya tidak bersemangat lagi mengejar apapun yang saya inginkan, termasuk menulis.

Saya tenggelam dalam keterpurukan dan sama sekali tidak ada niatan untuk menulis lagi. Saya bahkan tidak bisa lagi memulai untuk menulis. Tangan dan pikiran saya langsung kaku begitu saya mencoba untuk menulis lagi.

Sehingga lama-kelamaan, saya mulai takut dan panik. Terlintas sebuah pertanyaan dalam benak saya, “Kalau aku nggak bisa nulis lagi, aku harus apa? Aku harus gimana?”. Menulis adalah hal yang saya bisa lakukan dan saya suka melakukannya. Belum ada hal lain seperti menulis. Biasanya kalaupun suka, saya belum bisa melakukannya. Atau kalaupun bisa, saya tidak suka melakukannya. Belum ada hal yang terpenuhi keduanya antara bisa dan suka, selain menulis.

Pada masa-masa terpuruk itu, saya mempunya hobi dan kesukaan baru yang menjadi hiburan dalam hidup saya. Saya yang memang pada dasarnya suka menonton film, mulai menonton film dan drama korea. Beriringan dengan itu, saya mulai menyukai lagu-lagi korea atau K-pop. Saya pun menjadi rajin menonton film-film Indonesia, yang berkualitas tentunya. Dan mendengarkan lagu-lagu Indonesia dari band-band favorit saya.

Apa hubungannya dengan menulis?

Sebenarnya lebih dari segi lagu-lagu. Banyak perubahan naik-turun yang terjadi dalam hidup saya, tentunya dalam hidup semua orang juga. Pada saat naik-turun itu, saya banyak mendengarkan lagu-lagu yang menguatkan. Beberapa list lagu favorit saya adalah Selamat Datang – Sheila On Seven, Blue – Big Bang, dan Ya Sudahlah – Bondan Prakoso & Fade To Black. Lirik lagu-lagu tersebut berisi penguatan dan juga healing, menghibur hati para pendengarnya.

Mendengar lagu-lagu tersebut, juga lagu-lagu lain yang tentunya tidak perlu saya sebutkan semuanya di sini, membuat saya merenung sendiri. Betapa hebatnya para pembuat dan penyanyi lagu-lagu itu. Mereka menguatkan, menghibur, dan menemani banyak orang dengan mendengar lagu mereka. Mereka pasti punya masalah sendiri, namun mereka tetap dapat memberikan sesuatu yang berharga untuk banyak orang.

Saya juga ingin dapat menjadi orang yang seperti itu.

Saya sempat terpikir ingin juga membuat lagu seperti itu, yang memberikan penguatan atau kehangatan di hati para pendengarnya. Namun karena saya belum bisa, mungkin bukan bakat saya juga di bidang musik; saya jadi terpikir untuk melakukan apa yang saya bisa. Terpikir untuk mulai menulis kembali. Meskipun mungkin belum dapat sehebat lagu-lagu tersebut, namun kalau tidak dicoba kita tidak akan tahu, kan?

Jadilah saya mulai kembali menulis sedikit demi sedikit. Menulis cerita yang saya harapkan bisa menghibur, menguatkan, mengobati, atau setidaknya menemani para pembaca. Tidak mudah memang, dan jalan saya memang masih panjang. Saya masih harus banyak membaca lagi, menulis lagi, melihat sekeliling lagi, menulis lagi, merasakan lagi, menulis lagi. Menulis lagi, menulis lagi.

Karena yang tertulis akan tetap abadi.

Dulu, sebelum saya mengalami keterpurukan, saya terinspirasi dari penulis wanita Barbara Cartland yang novel-novelnya sudah dibaca oleh orang-orang di seluruh dunia. Saya pun memimpikan orang-orang di Indonesia dapat membaca buku saya, bahkan orang-orang seluruh dunia. Ketika saya sudah tiada pun, buku saya masih ada dan tetap dapat dibaca oleh semua orang di dunia. Karena itu ketika mengikuti pelatihan menulis dan mendengar kalimat yang tertulis akan tetap abadi, seperti yang saya tulis di awal artikel ini, saya merasa kalimat itu sangat sejalan dengan alasan mengapa saya menulis.

Oh iya, yang membaca artikel ini mungkin bertanya-tanya, mengapa saya ikut Komunitas Menulis Online (KMO)? Saya suka menulis cerita atau fiksi, sedangkan KMO kan lebih fokus pada non-fiksi. Ya, artikel ini memang saya buat untuk memenuhi tugas menulis pertama KMO, dan sejujurnya saya berterima kasih kepada KMO karena memberikan tugas ini. Saya memiliki alasan untuk menulis sedari dulu, tapi tidak pernah menyatakan dengan lantang dan tegas. Dengan menulis artikel ini, saya dapat merunutkan kembali untuk apa saya menulis dengan jelas. Sehingga kalau-kalau di masa depan saya lupa, saya bisa baca kembali tulisan ini untuk mengingatkan dan menguatkan.

Kembali lagi ke mengapa saya ikut KMO? Ya jawabannya, kenapa tidak?

Saya memang suka menulis fiksi, namun tidak berarti saya menolak menulis genre tulisan lain. Saya mengikuti komunitas ini supaya dapat belajar dari para ahli dan menambah teman melalui komunitas ini. Tidak ada batasan dalam belajar, selama kita tidak membatasi diri sendiri. Jadi saya juga tidak ingin membatasi diri untuk belajar berbagai hal, serta mencoba berbagai hal baru.

Bismillahirrahmanirrahim.

(NOTE: Tulisan ini dibuat saat mengikuti Komunitas Menulis Online pada 14 November 2015. Posting kembali dengan sedikit penyesuaian)

pena runcing
ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Author: ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *