Malahayati, Laksamana Wanita Pertama Dunia Kebanggaan Indonesia

malahayati

Sebelumnya aku mau buat pengakuan dulu: sebenernya aku belum lama tahu tentang Laksamana Malahayati T.T

Pertama kali aku tahu, dan ingat secara sadar, tentang Malahayati itu pas ke Bromo di tahun 2019. Eh kok kayak nggak sopan nyebutnya nama aja, aku sebut Ibu Malahayati aja ya. Nah waktu itu bapak-bapak yang anter kita pakai jeep cerita betapa bangganya beliau sama Ibu Malahayati. Cuma waktu itu aku denger sekilas aja, nggak nyari tahu lebih jauh terus akhirnya kelupaan.

Terus aku denger lagi tentang Ibu Malahayati dari ceritanya Ustadz Salim A. Fillah (di video ini). Di situ langsung tumbuh kekagumanku sama Ibu Malahayati, dengan keberanian dan ketangguhannya sebagai laksamana laut pertama di dunia. Aku denger cerita itu kayak percaya nggak percaya gitu, kok bisa seorang wanita sekuat itu, sekeren itu. Dan itu di jaman dulu loh, yang lebih banyak keterbatasannya dibanding sekarang. Dan itu arenanya di laut loh, yang aku naik kapal nyebrang ke Tidung sama Pari aja udah mabok. Keren banget pokoknya!

Dari situ aku langsung cari-cari info tentang Ibu Malahayati ini, makin kagumlah sama beliau. Seperti biasa kalau aku lagi kagum sama seseorang atau sesuatu, bawaannya pengen share biar orang-orang tahu. Apalagi Ibu Malahayati ini orang Indonesia, nenek moyang kita kan berarti. Kayak sayang aja kalo orang nggak tahu tentang beliau. Aku aja ngerasa ketinggalan banget selama ini kemana aja kok baru tahu tentang beliau sekarang-sekarang ini T.T

Informasi yang akan aku bahas di sini diambil dari berbagai sumber. Paling banyak dari Wikipedia. Ada juga dari beberapa website kayak merdeka.com, nationalgeographic.grid.id, dan biografiku.com. Juga dari novel Laksamana Malahayati: Sang Perempuan Keumala karya Endang Moerdogo.

Latar belakang keluarga dan Baitul Maqdis

Dari silsilah keluarga, Ibu Malahayati masih ada keturunan dari sultan Aceh. Kakek buyut beliau adalah Sultan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530 – 1539. Kakek dari Ibu Malahayati adalah Laksamana Muhammad Said Syah dan ayahnya adalah Laksamana Mahmud Syah.

Dari nama-namanya aja udah keliatan kan kalau mereka ini berjiwa laut banget? Ayah dan kakek Ibu Malahayati memang merupakan laksamana laut. Jadi nggak heran kalau Ibu Malahayati jadi cinta sama laut juga. Dan Ibu Malahayati diberi kebebasan buat menuntut ilmu, boleh belajar ilmu kelautan.

Di sini aku kagum juga sama kondisi keluarga Ibu Malahayati dan Kesultanan Aceh secara garis besar pada waktu itu. Selama ini yang aku tahu orang jaman dulu tuh susah buat sekolah, apalagi anak perempuan suka nggak dikasih izin buat belajar. Karena yang ditangkep dari buku-buku pelajaran Sejarah jaman sekolah kan begitu. Tapi ternyata jamannya Ibu Malahayati sangat didukung belajar, nggak membatasi jenis kelamin juga.

Ini ada kaitannya sama pengaruh Islam jaman itu sih, kayak yang diceritain Ustadz Salim A. Fillah. Jadi ketika Islam masuk dan tersebar ke seluruh Nusantara, salah satu pengaruh positifnya adalah banyak wanita-wanita strong. Ya contohnya Ibu Malahayati itu, juga keraton Jogja pada masa itu. Karena emang dalam Islam kan nggak dibatasi buat menuntut ilmu, mau laki-laki atau perempuan. Justru pengkastaan perempuan dimulai ketika bangsa Eropa datang, karena nilai-nilai semacam itu datangnya dari sana.

Lengkapnya cek aja video yang aku link di atas yaa ~

Balik lagi ke Ibu Malahayati.

Beliau belajar di Ma’had Baitul Maqdis dan ambil pendidikan angkatan laut di sana. Kalau dari yang aku baca-baca, Baitul Maqdis ini kiblat pendidikannya dari Turki dan banyak pendidiknya dari sana juga. Terus kalau inget cerita Ustadz Salim A. Fillah sih emang pada masa itu banyak pendakwah Islam dari Turki dan sekitarnya. Jadi klop gitu.

Nah di Baitul Maqdis ini Ibu Malahayati ketemu sama suaminya kelak, Teuku Mahmuddin bin Said Al-Latif. Kalau di novelnya Laksamana Malahayati lucu deh, jadi ceritanya Teuku Mahmuddin ini aslinya pendiam dan nggak neko-neko orangnya. Tapi saking cintanya sama Ibu Malahayati sampai rela ditantangin buat naik gajah punya petinggi di Baitul Maqdis. Terus akhirnya Teuku Mahmuddin dihukum kan, tapi masih sempet-sempetnya kasih pantun cinta buat Ibu Malahayati.

Cuma yaa karena itu novel, aku nggak tahu juga bagian mana yang fiktif dan bagian mana yang asli sejarah. FYI aja ini sih 😀

Oh iya ngomong-ngomong soal gajah, aku baru tahu kalau dulu Kesultanan Aceh kalau tanding pakai gajah. Itu mindblowing banget buat aku. Gajah gitu loh! Lihat kuda aja aku udah wah, ini lagi gajah. Pertama (dan terakhir) aku lihat gajah ya cuma di Ragunan aja. Lah ini kerajaan punya gajah beratus-ratus, udah kayak mobil kalau jaman sekarang mah ya. Sekaya apa kan kerajaan Aceh dulu itu? Takjub banget pokoknya aku.

Inong Balee, pasukan wanita strong

Laksamana Malahayati dan pasukan Inong Balee versi komik (goodnewsfromindonesia)

Pas udah nikah, Ibu Malahayati jadi petinggi istana kepercayaan sultan pada waktu itu. Ada sumber yang bilang nama jabatannya Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah. Ada juga sumber yang bilang nama jabatannya Komandan Protokol Istana Darut Dunia, Kepala Badan Rahasia Kerajaan.

Aku nggak tahu juga apakah mungkin jabatan itu sebenernya sama aja, beda nama aja karena beda sumber. Intinya Ibu Malahayati dipercaya sultan buat mengkoordinir seisi istana supaya berjalan dengan baik. Terus buat menyortir pejabat-pejabat karena mulai banyak pejabat yang nggak bener dan pengen mengusik kerajaan.

Suami Ibu Malahayati, Teuku Mahmuddin, diangkat jadi laksamana di Selat Malaka. Beliau adalah salah satu dari dua laksamana kepercayaan sultan. Ketika pertempuran lawan Portugis di Teluk Haru, Laksamana Teuku Mahmuddin gugur. Kepergian suaminya ini yang kemudian membuat Ibu Malahayati mengajukan pada sultan untuk membentuk Inong Balee.

Inong Balee itu apa, sih?

Inong Balee berisi wanita-wanita janda yang suaminya gugur di medan pertempuran. Dalam Bahasa Aceh, Inong artinya wanita dan Balee artinya janda. Jadi kalau di novel Laksamana Malahayati, Ibu Malahayati redaksinya begini kurang lebih ke sultan: Daripada kami cuma bisa bersedih karena ditinggal suami, lebih baik kami berbuat sesuatu untuk membalas kematian suami kami dan membela negeri. Keren, ya?

Ibu Malahayati terus diangkat jadi laksamana untuk memimpin Inong Balee, yang pasukannya ada sekitar 2.000 sampai 3.000 orang. Tugasnya menjaga perairan Aceh dari musuh-musuh. Benteng Inong Balee tingginya 100 meter dari permukaan laut, dan punya lubang-lubang meriam di dindingnya. Inong Balee juga punya pangkalan militer di Teluk Lamreh Krueng Raya dan 100 kapal laut.

Nah, di sini aku takjub lagi. Pertama, fakta bahwa sangat banyak wanita perkasa dan tangguh di Aceh pada masa itu. Bukan cuma Ibu Malahayati, tapi juga pasukan Inong Balee yang kuat dan rela berjuang. Lagi-lagi ini mematahkan cerita-cerita di buku Sejarah tentang penggambaran lemahnya wanita jaman dulu, yang nggak berdaya apa-apa. Lah itu buktinya bisa angkat senjata dan perang di atas laut segala, kurang setrong apa coba?

Kedua, betapa kuatnya militer laut Aceh saat itu. 100 kapal coba, dengan teknologi yang udah maju banget itu pasti jaman itu. Terus lagi-lagi, berarti Kesultanan Aceh waktu itu kaya banget juga, bisa biayain militer mereka sampai segitunya. Ah, keren banget pokoknya!

Sepak terjang Malahayati melawan penjajah

malahayati
Ilustrasi pertempuran Laksamana Malahayati (biografiku)

Kita pasti familiar sama nama Cornelis de Houtman, kan? Nama itu sering banget muncul di buku Sejarah, dari SD malah, sebagai penjajah Belanda pertama yang datang ke Indonesia. Singkat cerita, dia ini datang ke Aceh juga dan berbuat kekacauan di sana sama pasukannya. Transaksi jual beli seenaknya ngancurin harga, terus gangguin wanita-wanita Aceh juga.

Ibu Malahayati sama pasukan Inong Balee pun turun tangan tahu ada kasus begini. Ibu Malahayati sama Cornelis de Houtman adu tanding satu lawan satu di geladak kapal, dan Ibu Malahayati berhasil ngalahin dia. Cornelis de Houtman mati di tangan Ibu Malahayati.

Fakta ini bikin aku agak sedih, sih. Aku, dan kebanyakan orang Indonesia, tahu siapa itu Cornelis de Houtman. Tapi cuma sebatas itu. Aku nggak tahu kalau ternyata dia mati dibunuh sama Ibu Malahayati dan itu bikin aku sedih aja rasanya. Kita kenal siapa penjajah kita, tapi nggak kenal siapa pahlawan yang mengalahkan penjajah itu. Nama Cornelis de Houtman udah aku baca di buku Sejarah SD, tapi nama Ibu Malahayati nggak pernah aku temuin di buku pelajaran Sejarah sampai lulus sekolah. Sedih aja rasanya 🙁

Lanjut lagi, ya.

Setelah pasukannya de Houtman, datang lagi pasukan Belanda yang ngerampok kapal rempah punya Kesultanan Aceh. Ibu Malahayati dan pasukan turun tangan lagi kan, ketangkap lah itu laksamana Belanda Jacob van Neck. Akhirnya Belanda ngirim surat permintaan maaf dan minta buat gencatan senjata.

Terus kabar tentang Ibu Malahayati ini tersebar ke negara-negara Eropa lain. Ratu Elizabeth, penguasa Inggris waktu itu, milih buat ngirim utusan daripada harus bertarung lawan Ibu Malahayati. Utusan ini namanya James Lancaster yang bawa surat permohonan izin supaya Aceh bisa buka jalur pelayaran mereka menuju Jawa.

Itu cuma beberapa sepak terjang Ibu Malahayati yang tercatat sejarah. Aku yakin masih banyak hal lainnya yang nggak kita tahu dari perjuangan beliau. Apalagi kalau cerita sejarah masa lalu begini kan sumbernya emang terbatas 🙁

Yang jelas, Ibu Malahayati masih terus berjuang sebagai prajurit kebanggaan sampai akhir hayatnya. Beliau gugur ketika menghadapi Portugis, ada yang bilang di tahun 1606, ada yang bilang di tahun 1615. Makam beliau ada di Desa Lamreh, Krueng Raya, Aceh Besar, yang berjarak sekitar 35 kilometer dari Banda Aceh.

Personal note: Malahayati pahlawan kita semua

Aku baca salah satu situs ada yang komentar begini: Malahayati bukan pahlawan Indonesia, tapi pahlawan Aceh. Dan itu bikin aku emosi, sedih banget 🙁

Ya jangan begitu, lah. Aceh kan Indonesia, Indonesia ya ada Acehnya. Aku nggak tahu apa maksud jelasnya dari komentar itu, karena emang cuma satu kalimat itu aja. Entah juga apakah yang komentar itu orang Aceh yang nggak mau Malahayati diakui sebagai pahlawan Indonesia bersama, apa orang yang menganggap Malahayati pejuang kerajaan Aceh aja dan bukan Indonesia.

Tapi yaa, jangan begitu. Ya jangan jadikan Ibu Malahayati cuma sebagai pahlawan milik Aceh aja, kita juga mau menjadikan beliau sebagai pahlawan bersama. Jangan juga beliau dianggap cuma sebagai pejuang kerajaan Aceh aja, kan beliau ngelawan penjajah juga dalam perjuangannya. Penjajah kan musuh bersama satu Indonesia, bukan cuma satu daerah aja.

Terus aku jadi kepikiran, apa mungkin karena itu ya Ibu Malahayati baru dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional di 2017? Karena dianggapnya pahlawan kerajaan aja. Mungkin karena itu juga kita jadinya nggak tahu nama beliau dari jaman dulu, baru tahunya tahun-tahun sekarang. Eh apa aku doang yang baru tahu? 😀

Penutup

Yang aku bahas di sini mungkin masih banyak kurang-kurangnya ya. Atau bahkan mungkin kurang tepat, karena sumbernya juga ya masih sebatas dari informasi internet dan novel aja. Aku berharapnya bisa dapat informasi lebih banyak tentang Ibu Malahayati, karena emang bener-bener penasaran tentang beliau. Pengen tahu lebih banyak lagi, lagi, dan lagi tentang wanita yang super keren ini. Selanjutnya aku pengen baca versi komiknya sama nonton filmnya yang keluaran tahun 2007.

Kalau mungkin ada yang tahu informasi lebih banyak tentang beliau, mangga bisa infokan di kolom komentar yaa. Atau mungkin ada yang mau nambahin, atau ralat, atau apapun semacamnya. Aku sadar kok tulisan ini banyak banget keterbatasannya 🙂

Dan ini sebenernya nggak jelas juga sih tulisan jenis apa, artikel full bukan, opini full juga bukan. Campur-campur aja sesuai isi kepalaku dan berdasarkan informasi yang kudapat 😀

Intinya sih aku bahas ini seperti yang aku bilang di awal, karena mau menyebarkan kekaguman dan kebanggaan terhadap Ibu Malahayati. Biar jadi lebih banyak yang tahu tentang pahlawan kita yang satu ini 🙂

pena runcing
ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Author: ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *