Epilog: Nightmare Ends

last mission

Last Mission | Epilog – Aku menatap makam di hadapanku lamat-lamat.

Aku sudah berdiri sejak dua puluh menit yang lalu di depan makam ini. Setelah meletakkan bunga mawar di depannya, aku tidak melakukan apa-apa lagi. Atau mengatakan apa-apa.

Hanya air mataku yang terus-menerus mengalir. Mengingat semua yang terjadi sejak dua belas tahun yang lalu, sampai seminggu yang lalu. Dan beribu “kalau saja” yang terus berputar di kepalaku.

Kalau saja sepuluh tahun yang lalu aku mengatakan yang sebenarnya pada semua orang. Kalau saja Ben menemukanku lebih cepat. Kalau saja aku kembali lebih cepat.

“…kalau saja ia diberi kesempatan untuk bertemu lagi denganmu suatu saat nanti, kapanpun itu,” Ben menatapku lembut. “Ia ingin menjadi keluargamu lagi. Ia ingin kau menjadi putri kecilnya lagi.”

Aku menatap makam di hadapanku lagi. Menangis lebih deras lagi.

Elizabeth Durke. Tom  Altman.

Kedua kekasih itu terbaring bersebelahan di hadapanku. Dua orang yang menjadi orangtua pertama dan terakhir untukku. Yang memberikanku sebuah keluarga.

“Kapan pun itu,” ujarku, sedikit berbisik. “Mari menjadi keluarga lagi. Kalau kita bertemu, kapan pun itu, mari menjadi keluarga lagi.”

Aku menutup wajahku dengan telapak tanganku. Menangis tergugu.

“Alo,” kurasakan sebuah tangan yang hangat menepuk bahuku. Aku menurunkan kedua tanganku.

Melihat Ben yang berdiri di sampingku, tersenyum hangat.

“Sudah sore. Cortez menunggu kita,” ujar Ben. Tubuhnya masih diperban bekas operasi seminggu yang lalu. Ben melewati masa kritis selama 30 jam sampai akhirnya sadar.

Aku hanya diam. Menatap lagi makam di hadapanku.

“Eli dan Tom pasti tahu kau datang, Alo. Mereka pasti senang melihatmu,” ucap Ben, mengelus kepalaku pelan.  “Mereka pasti senang kau telah kembali.”

Aku akhirnya mengangguk. Ben lalu menggenggam tanganku, membalikkan badan dan berjalan perlahan keluar dari areal pemakaman.

Aku menoleh sekali lagi.

“Kau bisa menjenguk mereka lagi nanti, Alo.”

Kini aku mengalihkan pandanganku pada Ben. Ia mengangguk pasti, meyakinkanku.

Aku ikut mengangguk. Lalu melanjutkan langkahku. Memulai kembali hidupku.

Karena mimpi buruk sudah berakhir.


Baca juga bagian lainnya di sini.

pena runcing
ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Author: ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *