Itung-itungan

itung-itungan

Itung-itungan | Aku jatuh pas lagi lari, literally jatuh kesandung batu. Sakit sih, tapi nggak banget-banget. Yang lebih mendominasi malah kesel dengan kenyataan aku jatuhnya itu. Kayak menambah penderitaan dari masalah dan musibah yang aku alami akhir-akhir ini. Seolah bikin hidupku yang udah gelap jadi menggelap dan semakin gelap. Sekarang lari pagi doang pun pake acara jatuh segala?

Padahal, itu cuma jatuh sedikit doang. Padahal aku cuma kesandung sedikit doang, sakit sedikit doang. Agak perih sih, tapi aku masih bisa lanjut lari abis itu. Kakiku masih bisa kupakai dengan baik, pulang sampai rumah dengan selamat. Bekas lukanya malah udah mulai kering sekarang.

Padahal, itu sama sekali nggak sebanding dengan semua nikmat yang Allah kasih buat aku. Nggak sebanding juga dengan semua dosa dan kesalahan yang udah aku lakukan.

Terus kenapa aku ngerasa begitu nggak terima dengan jatuh dan sakit yang nggak seberapa itu? Ngerasa diperlakukan nggak adil, ngerasa dikasih musibah terus-menerus? Ngerasa dunia begitu nggak adil?

Dan kenapa aku lebih fokus pada berapa kali aku jatuh, bukan berapa kali aku diselamatkan dari jatuh? Seumur hidup aku hanya jatuh beberapa kali dan itu masih bisa kuhitung pakai jari. Meski aku udah gabungin dari semua jatuh; dari jatuh pas jalan, pas lari, pas naik motor.

Tapi berapa kali aku diselamatkan dari jatuh? Berapa tahun aku bisa berjalan dan berlari tanpa jatuh? Berapa lama aku bisa naik motor tanpa jatuh? Berapa kali aku berjalan, berlari, naik motor dengan selamat tanpa jatuh sama sekali?

Kalo begini, bukankah aku yang nggak adil?

Jumlah aku diselamatkan dari jatuh beribu-ribu kali lipat lebih banyak dibanding jumlah aku jatuh. Sama sekali nggak sebanding. Tapi kenapa aku itung-itungan banget tiap abis dikasih jatuh dan sakit sedikit? Padahal kalo mau itung-itungan beneran, aku yang nggak tahu diri. Aku yang nggak bersyukur banget jadi orang. Terus ngerasa kurang, terus ngerasa didera masalah dan penderitaan tiada akhir.

Aku nggak suka sama victim mentality, tapi nggak sadar kalo ternyata selama ini aku memilikinya. Aku selalu ngerasa jadi korban atas kejamnya dunia, atas perbuatan jahat orang-orang, atas luka yang orang berikan pada aku. Membuat aku merasa menderita dua sampai tiga kali lipat dari yang seharusnya. Membuat jatuh dan sakit terasa lebih besar dari yang sebenarnya. Menyamakan hal-hal yang aku alami sekarang dengan kejadian di masa lalu.

Padahal semuanya tak lagi seburuk dulu. Padahal perlahan keadaan membaik, hidupku membaik, dunia membaik. Tapi aku terus tenggelam dalam victim mentality, merasa terus menjadi korban atas segala sesuatu yang terjadi.

Padahal kenyataannya nggak seburuk itu. Kenyataannya, ada kalanya justru aku yang jahat dan menyakiti orang lain. Kenyataannya, banyak juga orang yang baik sama aku.

Perkara jatuh kesandung batu ini mungkin salah satu cara Allah menyadarkan aku biar nggak terus tenggelam dalam victim mentality. Biar nggak sedikit-dikit down, nggak sedikit-dikit ngeluh, nggak sedikit-dikit capek. Nggak sedikit-dikit merasa diperlakukan nggak adil.

Lagian nggak usah itung-itungan lah, kayak bener aja lagi aku ngitungnya. Apalagi aku kan pada dasarnya nggak suka angka dan itungan, kuliah aja udah nggak ada pelajaran itungan. Nggak usah sok-sok itung kalo ga bener mah.

Banyakin istigfar aja. Banyakin bersyukur aja 🙂

(Migrasi dari Tumblr)

pena runcing
ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Author: ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *