Last Mission: The Past Begins

“Wah, aku tidak menyangka kau akan memutuskannya dengan cepat,” ujar Zeus dengan sorot mata kagum. Aku mengatakan sebelumnya pada penjaga untuk bertemu dengannya di ruanganku. Di kamar mewah ini maksudnya.
Aku tidak menyahut. Aku masih menyandar pada sofa, menatapnya yang berjalan mendekat sebelum akhirnya duduk di seberangku.
“NM7 itu…,” aku menghela nafas sebelum melanjutkan perkataanku. “… bencana.”
Zeus mengerutkan kening. “Ayolah, Alora. Bagaimana mungkin obat untuk memperpanjang kehidupan seseorang menjadi bencana? Bukankah menyenangkan hidup lama?”
Aku menggeleng. “Tidak ada yang abadi di dunia ini. Itu sudah aturan alam. Karena itu akan jadi bencana kalau kita melanggarnya.”
Zeus tertawa keras. “Kau tahu, Alora? Sedetik setelah mendengarmu berkata seperti itu, aku bertanya-tanya apa yang di hadapanku sekarang Alora yang hebat itu? Alora yang tidak takut dengan apa pun.”
Dia salah. Ada satu hal yang sangat kutakuti. Diriku sendiri.
“Jadi, kau tidak akan melakukan apa pun? Bahkan jika itu adalah Ben-mu?” tanya Zeus melihatku tidak merespons ucapannya.
Aku menatap Zeus lekat. “Apa yang ingin kau lakukan dengan barang itu?”
“NM7?” Zeus mengangkat alis. “Ayolah, Alora. Kau pasti sangat tahu untuk apa. Tujuannya tidak jauh berbeda dengan tujuanmu membuatnya dua belas tahun yang lalu.”
Aku menghela nafas. “Itu sudah sangat lama. Aku tidak yakin apa aku masih mengingatnya.”
Zeus menggeleng-gelengkan kepala. “Alora, kau pikir kau bicara dengan siapa? Memangnya aku seperti kebanyakan orang di kota ini yang memandangmu hanya sebagai Nia Rahmawati seorang ahli keuangan? Aku mengenalmu, Alora.”
Aku terdiam.
“Tenang saja, Alora. Aku akan memberikan apa pun yang kau inginkan ketika NM7 selesai dibuat. Apa pun itu,” ujar Zeus. “Kau tidak perlu lagi berkutat dalam kebisingan dan kemacetan kota yang membuat stres ini. Kau bisa pergi ke mana pun yang kau mau.”
Aku tidak langsung menyahut. Apa pun ucapannya saat ini, aku tahu benar bagaimana semua ini akan berakhir. Ternyata setelah sepuluh tahun pun, aku masih sangat mengenal bagaimana cara kerja dunia ini.
Dunia yang disebut Zeus beberapa jam lalu sebagai dunia kita.
“Jangan sentuh Ben sampai kapan pun,” ujarku akhirnya. “Juga anggota kelompok-ku yang lain,” aku merasa gemetar ketika mengucapkan kata kelompokku.
“Wah, hanya itu yang kau inginkan?” Zeus tampak tercengang. “Kau masih setia dengan mereka setelah semua yang terjadi?”
Aku tidak memedulikannya. Aku berjalan menuju jendela, melihat pemandangan di luar kamar ini. Benar, aku masih di Jakarta.
“Kurasa aku harus menelepon atasanku. Ia cukup berisik kalau mendapati bawahannya menghilang tanpa kabar,” ujarku, tanpa mengalihkan pandangan.
Zeus tertawa kecil. “Itu semua sudah diurus, Alora. Atasanmu sudah mendapatkan surat dari rumah sakit kalau kau operasi usus buntu.”
Baca juga bagian lainnya di sini.
ceritanya bagus, apalagi klo jadi novel. aku nunggu lanjutannya ya 😀
makasih yaa lintang, dipantengin terus yah hihihi 😀