Last Mission: The Past Begins

last mission

Aku berjalan perlahan di belakang Zeus, memasuki sebuah ruangan seperti laboratorium. Banyak tabung, kabel, dan berbagai cairan kimia di sana. Aku menghela nafas.

Ini benar-benar seperti masa lalu.

Kami lalu berada pada ujung ruangan. Zeus menunjuk dengan dagunya pada sebuah tabung besar di sudut ruangan. “Kau bisa melihatnya di sana.”

Aku menghampiri tabung besar itu perlahan. Semakin dekat, semakin jelas terlihat wajahnya yang pucat. Dan tubuhnya yang terbaring.

Pikiranku berkecamuk. Semua terasa campur aduk.

“Kurasa aku harus pergi sekarang. Santai saja, Alora. Gunakan waktumu,” ujar Zeus. Aku tidak menyahut atau merespons apa pun. Zeus mengangkat bahu, dan berjalan keluar ruangan.

Aku meraba tabung itu perlahan. Meyakinkan lagi kalau itu memang Ben. Garis wajah Ben yang khas ketimuran masih kukenal dengan baik. Hidung mancungnya yang selalu membuatku iri, dan berakhir dengan Ben meledek hidungku.

Ini benar Ben. Ben yang hebat. Ben yang kuat. Ben yang baik.

Ben yang sedang terkapar tak berdaya.

Aku mencengkeram ujung tabung yang terbuat dari besi. Bukankah kita sudah berjanji untuk tidak bertemu lagi sampai kapan pun, Ben? Terlebih dalam situasi seperti ini.

“Aku sudah tidak sanggup lagi, Ben. Tidak setelah kejadian itu,” aku menangis tergugu. Ben menghela nafas, memandangku serba salah.

Tangisku semakin deras. “Aku benar-benar tidak sanggup lagi, Ben. Tolong aku. Selamatkan aku.”

“Kalau kau pergi, kita tidak akan bisa bertemu sampai kapan pun, Alo. Tidak akan bisa lagi.”

Aku menghela nafas. Bayangan masa lalu bermunculan semakin sering dalam waktu dua jam ini. Aku lalu memandang Ben, yang sungguh terlihat tidak berdaya dalam tabung, lekat.

Lalu teringat NM7. Yang sangat diinginkan Zeus dan kelompoknya. Dan menatap Ben lagi.

“Mungkin, ini saatnya mengakhiri semuanya. Benar-benar mengakhiri,” ujarku, masih menatap Ben. “Mungkin waktu itu yang kulakukan sejak dulu. Mungkin yang kulakukan sepuluh tahun ini tidak benar-benar bisa mengakhiri semuanya. Mungkin pergi tidak benar-benar mengakhiri semuanya.”

Tiba-tiba aku merasa mataku memanas.

“Ternyata, semua orang benar-benar tidak bisa hidup tanpa masa lalu, ya? Entah sekuat apa pun yang kulakukan. Maaf, Ben. Kurasa aku tidak bisa melakukan pesan terakhirmu itu.”

Aku buru-buru menyeka air mata yang menetes perlahan. Dan membalikkan badan menuju pintu keluar.

Terngiang ucapan Ben padaku sepuluh tahun yang lalu.

“Kau harus hidup dengan baik, Alo. Dan tetaplah hidup.”

pena runcing
ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Author: ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

2 thoughts on “Last Mission: The Past Begins”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *