Dulu pas belajar matkul pengantar di tahun pertama kuliah, ada materi tentang dasar-dasar komunikasi. Beberapa di antaranya adalah proses penyampaian pesan dan pembentukan persepsi.
Di proses penyampaian pesan, inti materi yang masih aku inget sampai sekarang adalah fakta bahwa pesan yang ingin kita sampaikan belum tentu bisa diterima dalam bentuk yang sama. Pesan yang kita maksud bisa jadi berbeda dengan pesan yang ditangkap penerima. Ada faktor-faktor yang membuat penerimaan pesan jadi berbeda, beberapa di antaranya opini pribadi penerima dan keadaan di sekitar penerima.
Materi ini masih berhubungan juga dengan pembentukan persepsi. Penerimaan pesan yang berbeda dengan apa yang dimaksud pengirim pesan kemudian membentuk persepsi tersendiri di benak penerima pesan. Pembentukan persepsi juga prosesnya mirip-mirip sama penerimaan pesan itu, ada berbagai faktor yang bisa mempengaruhi. Bukan mutlak apa yang disampaikan pengirim pesan. Tapi lebih kepada apa yang dilihat, dirasa, dimiliki, atau berada di sekitar penerima pesan.
Misalnya aku mau menyampaikan pesan A kepada orang lain. Tapi di sekitar orang itu ada noise atau gangguan, sebut aja B. Terus orang itu juga udah punya opini sendiri tentang hal A yang aku sampaikan, sebut aja C. Jadi pesan yang diterima oleh orang itu bisa jadi AB, dan persepsi yang dibentuk di pikirannya malah bisa menjadi ABC. Bukan A seperti yang aku inginkan.
Oke. Bahasa rumitnya sampai sini dulu. Jadi apa yang mau aku sampaikan dari ungkit-ungkit materi kuliah dulu?
Intinya sih materi-materi itu mengingatkan aku kalau kita nggak bisa mengendalikan pikiran orang lain tentang diri kita, atau tentang apapun juga. Iya, tentu aja keefektifan berkomunikasi punya peranan penting dalam membentuk pikiran, opini, atau persepsi orang lain. Tapi itu nggak benar-benar mutlak bisa kita kendalikan. Kita aja sering nggak berdaya dengan pikiran kita sendiri, apalagi dengan pikiran orang lain, kan?
Intinya (lagi) sih; oleh karena itu kita nggak perlu terlalu mikirin pikiran, persepsi, hingga omongan orang lain yang terbentuk dari pikiran dan persepsinya sendiri.
Aku keinget lagi soal materi ini pas waktu itu lagi nontonin video YouTube tentang jangan terlalu mikirin apa kata orang. Ada satu kalimat di video itu bilang gini: It’s not all about you, it’s about them.
Dan ya, itu benar.
Mungkin aku selama ini kegeeran mikir semua yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan orang lain adalah semata-mata karena aku. Karena apa yang aku ucapkan dan lakukan. Padahal bisa jadi ya emang ada faktor-faktor internal mereka yang kemudian membentuk apa yang dipikirkan dan dikatakan mereka.
Kali aja emang mereka pada dasarnya udah punya opini tertentu yang kuat tentang apa yang aku katakan, jadi nggak ngaruh-ngaruh banget juga apa yang aku bilang. Kali aja situasi mereka lagi nggak enak, jadi respon yang diberikan mereka pada aku juga nggak enak. Atau hal-hal lainnya yang pengaruhnya jauh lebih besar dari aku sendiri, dari apa yang aku ucapkan dan lakukan.
Ya siapa gue lagian kan? Gimanapun juga yang paling penting dalam hidup seseorang adalah dirinya sendiri dan apa yang terjadi di sekelilingnya. Yang lebih memberi pengaruh besar daripada keberadaan aku yang notabenenya sebagai orang lain di luar diri mereka.
Dan pada akhirnya kembali lagi ke materi dasar komunikasi yang aku bilang di awal, kita nggak bisa mengendalikan persepsi yang terbentuk di benak orang lain.
Kita bahkan nggak bisa sepenuhnya mengendalikan penerimaan pesan untuk bisa sama persis dengan yang kita inginkan.
Mungkin materi itu udah terlalu lama diajarinnya ya, tahun pertama kuliah kan, jadinya aku lupa. Atau mungkin aku udah terlalu banyak mengalami hal-hal lain sampai materi yang dulu langsung bisa aku mengerti karena sangat relate dengan kehidupan itu, akhirnya terlupakan.
Terus aku jadi pusing sendiri nyari-nyari jalan keluar yang bisa memberi jawaban dan menghentikan overthinking atas perkataan atau tindakan orang lain. Juga perasaan bersalah karena ngerasa semuanya terjadi karena aku. Pusing-pusing scroll berbagai video psikologi, pengembangan diri, penyembuhan diri, dll dsb dst; ujungnya baru inget kalo aku udah diajarin dasarnya pas kuliah dulu.
Jadi kangen belajar komunikasi lagi, kan.
Loh closing-nya kok gini? Ya udahlah nggak apa-apa daripada jadi muter ke mana-mana.
(Migrasi dari Tumblr, 4 Agustus 2021)