Dalam keterasingan, aku menoleh lagi
mendapati satu siluet yang masih sama di sana
Ia luka, tapi ia juga bahagia.
Menjaring kabut yang menjerat kaki dan hati
sehingga tak dapat melihat cahaya apapun lagi.
Namun juga,
penghibur jiwa saat lelah berada di jalan terjal
menjadi perisai terdepan dari semua terpaan yang menyakitkan
meski ia juga menyakitkan.
Dalam semua yang tak terdefinisikan ini;
aku ingin berhenti, tapi juga tak ingin berhenti
Siluet itu kadang nyata, kadang bayang saja
Jadi aku membenci, tapi juga tak benci
aku berterima kasih, tapi juga tak berterima kasih.
Jadi kuucapkan selamat tinggal… tapi juga tetaplah tinggal.
– 31 Maret 2018