Pembungkus Luka

pembungkus luka

Dari kecil, aku terbiasa nggak membungkus luka dengan plester dan cuma pakai minyak biar cepat sembuh. Jadi dulu aku nggak sering pakai pembungkus luka seperti plester, atau obat merah. Baru beberapa tahun belakangan, aku mulai pakai plester karena lukanya sering perih kena air.

Dan karena mulai sering pakai plester, aku menyadari kalau luka justru lebih cepat sembuh ketika aku bungkus dengan baik. Jadi nggak sering kena air, nggak kena goresan benda-benda lagi. Proses luka menutup ketika dibungkus dengan cuma dibiarkan cukup jauh bedanya.

Mungkin karena tertutup pembungkus, luka jadi punya waktu sendiri untuk sembuh. Luka itu jadi lebih cepat menutup dan menjadi kulit baru seperti sebelumnya. Beda ketika aku biarkan nggak ditutup, dikasih obat atau minyak pun masih tetap terbuka lukanya dan lama juga tertutup sama sembuhnya.

Jadi yang dulunya aku ngerasa lebay kalau harus pakai pembungkus luka, sekarang aku akan langsung tutup dengan plester. Apalagi aku sering luka-luka di tangan, yang sering dipakai buat kegiatan lain. Sering kena benda lain, kena air apalagi; jadinya malah perih dan nggak sembuh-sembuh.

Terus jadi kepikiran, mungkin luka hati juga begitu.

Mungkin akan lebih baik kalau luka-luka dalam hati juga “dibungkus” agar bisa sembuh dengan baik. Kalau hanya dibiarkan terbuka, bisa nggak sembuh-sembuh atau bahkan bertambah lebar lukanya. Dengan luka-luka baru.

Mungkin kalau lukanya dibungkus, ditutup, diredakan dengan baik; luka-luka hati bisa lebih cepat sembuh dan tumbuh yang baru. Konteksnya bisa luas ya kalau ngomongin soal hati mah. Bisa diartikan dengan; jangan dibiarkan terbuka dan sengaja mendekati sumber luka, menambah luka baru. 

Berarti apa? Jauhi sumber lukanya. Jangan memaksakan diri terus berada di sekitar hal-hal yang justru menimbulkan luka.

Bisa juga diartikan dengan melakukan upaya pembungkusan luka dengan plester yang tepat. Healing, dengan kata lain. Meski soal healing ini aku juga nggak bisa berkata banyak, karena metode tiap orang berbeda-beda dan aku pun belum menemukan yang paling tepat buatku.

Dan ya, tulisan ini mungkin nggak terlalu solutif hahaha.

Aku juga nggak bermaksud memberi solusi atau menggurui sih, cuma sharing apa yang kepikiran setelah melihat dan mengalami sesuatu aja. 

Dan juga, mungkin dari perkara pembungkus luka ini bisa memberikan pandangan baru tentang luka; khususnya untuk aku pribadi. Seperti tangan, kaki, atau bagian tubuh lainnya yang sangat mungkin terluka dan itu adalah sesuatu yang wajar; hati juga begitu. Seperti tangan yang kadang tergores sampai berdarah dan harus diobati, hati juga begitu.
Dan, hati juga bisa sembuh. Bisa tumbuh kulit baru. Nantinya mungkin akan terluka lagi, tapi bisa sembuh lagi.

Mungkin aku juga perlu memberikan kepercayaan pada hati untuk bisa sembuh. Seperti tangan, kaki, dan bagian tubuh lain yang punya kemampuan untuk sembuh dan menumbuhkan kulit baru; hati juga aku yakin begitu. Selama ini aku percaya tubuh kita diberi kemampuan untuk tumbuh dan menyesuaikan dengan berbagai keadaan yang ada, sekaligus menyembuhkan sendiri.

Jadi mungkin itu hal-hal yang harus aku ingat kembali. Tanpa mengabaikan sakitnya luka hati, tapi tanpa terlalu membesar-besarkannya juga. Dan menganggapnya sebagai bagian dari kehidupan yang sedang kujalani, seperti hal-hal lain yang terjadi.

pena runcing
ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Author: ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *