Merobohkan Berhala

merobohkan berhala

Merobohkan Berhala – Pas belajar SKI (Sejarah Kebudayaan Islam) di sekolah dulu, aku nggak habis pikir sama orang-orang yang bikin dinasti Islam hancur. Orang-orang itu padahal kan paham betul ajaran Islam, apalagi mereka belum begitu jauh juga masanya dari Rasulullah. Tapi malah mereka melakukan nepotisme, berebut kekuasaan, dan hal-hal buruk lainnya yang bikin dinasti-dinasti Islam hancur.

Jadi pas belajar SKI itu tuh aku terus aja nggak habis pikir, nggak ngerti kok bisa mereka ngelakuin semua itu? Mereka yang dari nama aja udah Islami banget, ngerti agama juga gitu. Harusnya mereka tahu kalo yang mereka lakuin itu buruk dan salah, kan? Tapi kenapa mereka tetep melakukannya?

Pertanyaan semacam ini juga muncul pas aku lihat ada ustadz, pemuka agama, atau orang-orang paham agama lain yang melakukan hal nggak patut. Kok mereka ngelakuin itu sih, padahal kan paham hukumnya gimana? Padahal mereka kan tahu aturan dan anjuran agama gimana, tapi kok kelakuannya begitu, sih? Aku aja yang nggak segitu pahamnya tentang agama tahu kalo itu salah, harusnya mereka juga tahu kan? Tapi kenapa kok…?

Terus nggak jarang juga karena kebawa kesel, ujungnya jadi ngejulid: Ah katanya paham agama, tapi kelakuannya begitu. Ah di depan aja menyeru tentang agama, tapi di belakangnya begitu. Ah, muna deh.

Sampai tahun kemarin kan ada kasus mualaf YouTuber luar negeri yang terbongkar kelakuan tidak baiknya. Sebelumnya aku kagum banget ama mualaf itu, karena dia berani syiarkan Islam meski dia minoritas di negerinya. Terus kan jadi ada pikiran kayak; wah nih orang kuat banget ya imannya sampai seberani itu, wah nih orang udah paham agama banget ya, dan semacamnya.

Nah pas ternyata ada kasus begitu, aku kecewa dan ilfil gitu jadinya. Kayak pas ke orang-orang sebelumnya, muncul lah pertanyaan dan ngejulid gitu kan. Ah males banget, ternyata aslinya begitu.

Cuma tiba-tiba kayak ada kesadaran datang.

Mungkin ini semua terjadi karena Allah nggak mau aku, dan semua fansnya, terlalu mengaguminya berlebihan, sampai ke titik mengagungkan dan mendewakannya. Menganggap orang itu nggak punya cacat dan cela, padahal namanya manusia kan pasti punya salah. Padahal namanya manusia kan emang fitrahnya nggak sempurna, bisa melakukan salah dan dosa.

Begitu juga dengan kasus orang-orang di dinasti Islam dulu, ustadz dan pemuka agama yang melakukan kesalahan. Mereka semua juga hanya manusia biasa, yang sama sekali nggak sempurna. Yang sama kayak kita, mereka juga mungkin saja melakukan salah dan dosa.

Mungkin ini cara Allah menghindarkan kita dari memuja mereka terlalu berlebihan. Cara Allah menghindarkan manusia dari menjadikan mereka berhala, tanpa disadari. Berhala kan nggak sebatas patung belaka, tapi konsepnya itu sendiri. Sesuatu yang dipuja terlalu berlebihan, sampai diagungkan dan didewakan. Dinisbatkan dengan salah satu sifat Allah, yaitu Yang Maha Sempurna.

Padahal lagi-lagi, mereka hanya manusia biasa. Yang sama sekali tidak sempurna. Yang bisa melakukan khilaf dan lupa.

Jadi emang kita harusnya nggak berpegang teguh pada orangnya, tapi pada Islam-nya itu sendiri.

Kita kan pengikut ajaran Islam; bukan pengikut ustadz A, pemuka agama B, YouTuber C. Begitu juga ketika mereka berbuat salah. Yang salah adalah manusianya, bukan Islam-nya. Manusia memang nggak sempurna, tapi Islam itu sempurna. Islam sudah sempurna dan disempurnakan Allah ketika turun wahyu terakhir pada Rasulullah dulu.

Dan manusia tidak harus jadi sempurna dulu untuk mensyiarkan Islam. Karena kalo nunggu sempurna dulu, nggak akan ada manusia yang bisa syiar. Kalo nunggu sempurna dulu, nggak akan ada kajian dan ilmu dari para ustadz yang membantu kita menjalani kehidupan dunia yang fana ini. Kalo nunggu sempurna dulu, nggak akan ada sumber belajar agama Islam buat kita.

Tulisan ini lebih ke note to myself sih, soalnya aku suka kelupaan juga. Suka refleks kesel dan sempet nyinyir dulu kalo ada kasus semacam itu. Terus suka nggak pede gitu kalo mau menyampaikan hal yang dirasa benar, karena ngerasa diri sendiri masih banyak dosa dan nggak pantes aja menyampaikan ke orang lain.

Tapi yah, kalo nunggu sampai nggak punya dosa mah kapan bisanya. Padahal kan aku dapet kesadaran itu juga ya hidayah, karena kuasa dan kasih sayang Allah yang begitu besar. Mungkin aja dengan aku share, ini bisa mendatangkan manfaat yang lebih besar dibanding hanya keep buat diriku sendiri.

Wallahu a’lam bishawab.

pena runcing
ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Author: ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *