Confession

confession

“Aku yakin, Rio juga suka kamu,” ujar Bella. Mereka bertiga sedang melakukan pertemuan selanjutnya membahas rencana Citra. Misi pernyataan perasaan Citra, Bella menamainya.

“Ah, gue malah jadi ragu. Kayaknya gue nggak usah confess, deh,” ujar Citra. Ia menelungkupkan wajahnya di atas meja.

“Lho, kenapa? Gue juga setuju ama Bella. Keliatan banget dia juga suka ama lo, Cit!” seru Tara.

“Yaa, gue takut aja nantinya gue malah ngancurin pertemanan gue ama Rio. Kita udah terlalu deket lagi, kayaknya kok gimana gitu bahas perasaan,” sahut Citra.

“Gimana kalau Rio juga mikir begitu? Kalian sama-sama mikir begitu, terus nggak ada yang bergerak. Terus gimana kalau keburu ada orang lain datang? Kamu mau kayak kisah Kugy-Keenan di Perahu Kertas? Sakit, loh,” ujar Bella panjang lebar.

“Kali ini gue akuin Bella bener,” sahut Tara. “Meski masih ya, film dibawa-bawa.”

“Itu dari novel dulu, Tara. Baru dibuat film. Lebih dalem baca novelnya, sedih banget. Aku kan udah bilang kalau kamu harus coba baca novelnya juga, jangan nonton filmnya aja.”

Tara melotot. “Bella, itu penting sekarang? Citra nih, lagi genting!”

“Ah, iya. Maaf, maaf,” Bella nyengir. “Pokoknya aku dukung kamu maju terus, Cit!”

Tara mengangguk.

“Malu nggak sih, cewek confess duluan? Kok kayaknya gimana banget gitu,” ujar Citra lirih. Ia memainkan jari-jarinya. “Terus, kalau ternyata Rio nggak suka gue gimana? Kalau gue ama dia jadi nggak bisa temenan deket lagi gimana? Kalau kita jadi canggung gimana?”

“Ah kebanyakan nanya lo, Cit, kayak dosen aja! Udah deh, kita tuh udah kebanyakan dikasih pertanyaan di kelas, lo ngapain nambah-nambahin pertanyaan, sih?” gerutu Tara. “Ya kalau lo nggak nyoba, mana tahu?”

Bella mengangguk. “Citra, mungkin jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu ada yang kurang sesuai keinginan. Tapi kalau kamu nggak melakukan sesuatu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, selamanya pertanyaan-pertanyaan itu cuma akan ngikutin hidup kamu. Nggak akan ada jawaban.”

Citra menatap kedua sahabatnya bergantian, yang tersenyum lebar padanya.

Tara menepuk pundak Citra pelan. “Coba aja, Cit. Kalau nggak dicoba, kita nggak akan tahu.”


Citra memain-mainkan jarinya. Ia lalu melihat ke sekeliling, lalu ke atas, lalu menunduk. Citra menghela nafas.

“Lo kenapa, Cit? Kok kayaknya ada yang nggak beres?” tanya Rio. Mereka berdua sedang terjebak macet di Pancoran.

“Mmm,” Citra menggigit-gigit ujung bibirnya. “Gue mau ngomong.”

Rio tertawa kecil. “Lo apaan, deh? Ngomong ya ngomong aja, ngapain pakai bilang-bilang segala?”

Citra berusaha tersenyum. Senyum garing. “Yo, lo belum punya cewek, kan?”

Rio menoleh kaget. “Lah, kok lo malah nanya? Lo kan bareng gue terus, emang ada hal yang lo nggak tahu?”

Citra mengangguk-angguk. Membenarkan perkataan Rio, dan merutuki dirinya sendiri yang malah mengeluarkan pertanyaan konyol. Saking gugupnya.

“Yo.”

“Apa? Lo mau ngomong apa, sih?” tanya Rio heran melihat tingkah Citra yang aneh.

“Gue,” Citra menghela nafas. “Lo jangan kaget ya? Eh, tapi pasti lo kaget, sih. Tapi pokoknya jangan terlalu kaget, gue udah ngasih peringatan.”

Rio tertawa. “Lo kenapa, sih? Ngomong apa, coba?”

Citra nyengir. Mengusap-usap kepalanya yang tidak gatal. “Mmm, gue…”

“… Lo?”

“… Gue suka lo, Rio.”

Citra merasa gunungan batu yang menghimpit hilang sudah. Ia merasa sangat lega. Sangat sangat lega.

Kini giliran Rio yang melongo. Menatap Citra tidak percaya. Citra jadi salah tingkah sendiri.

“Eh Yo, kan gue udah bilang jangan kaget-kaget amat. Ya tapi—”

“Lo nggak lucu, Cit,” Rio memotong ucapan Citra. Raut wajahnya sudah tidak terkejut lagi, tapi menggeleng-gelengkan kepala. Citra mengerutkan kening.

“Emang siapa yang—”

“Heh, Citra Puspita! Sialan, gue dibohongin berapa kali hari ini?! Jordan bilang gue menang paket liburan ke Eropa lah sama dia. Bang Husen bilang dia mau ngasih mobil barunya ke gue. Bahkan Pak Dody, dosen Statistik itu, bilang kalau gue dapet seratus pas UTS kemarin. Dan lo juga sekarang?” Rio menggeleng-gelengkan kepala lagi. “Emang gue nggak tahu kalau hari ini April Mop?!”

April Mop?!

Tiba-tiba, gunungan batu yang tadi hilang tahu-tahu dirasakan Citra balik lagi. Citra buru-buru melihat ponselnya, melihat kalender. Dan benar, hari ini tanggal 1 April. Sialan. Kenapa dari semua hari, harus hari ini?!

“Gue malah nggak kepikiran soal hari ini April Mop, dan mau bohongin siapa,” Rio berdecak kesal.

Gue juga nggak kepikiran. Sama sekali nggak kepikiran, gumam Citra dalam hati. Meringis miris.

Rio lalu menjitak kepala Citra. “Bisa banget ya, lo! Gue paling ketipu ama lo, tahu!”

Citra mengangkat kepalanya. Memaksakan sebuah cengiran. Meski wajahnya tetap masam. Ia juga tidak berkata apa-apa lagi. Perasaannya benar-benar campur aduk.

Rio lalu menatap jalanan di depannya. “Masih macet banget nih,” Rio menoleh pada Citra.

“Cit, di depan ada bubur kacang enak, deh. Mampir, yuk!” Rio menunjuk sebuah kedai makanan yang tidak jauh dari mereka. “Lo yang traktir! Hukuman udah ikut ngebohongin gue hari ini!”

Citra meringis. Ingin masuk ke sebuah lubang rasanya.

April Mop sialan.


Note: Hati-hati yang ditembak pas 1 April, nggak taunya besok bilang “April Mop” LOL

pena runcing
ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Author: ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *