Mind, ANT(s), and Trolls

Mind ANT(s) Trolls

Sebelumnya saya mau bilang kalau tulisan ini bukan review film Trolls 😀

Tapi saya memang akan mulainya dari Trolls. And sorry before, this writing (maybe) will contain minor spoilers~

Trolls, terutama Poppy sang tokoh utama, khas dengan ke-positif-an mereka dalam memandang segala sesuatu. Mungkin memang dicirikan dengan kebiasaan mereka bernyanyi dan menari, ciri khas sebagai film animasi untuk anak, namun dasarnya adalah pandangan positif yang selalu mereka pegang.

Trolls memiliki tubuh berwarna-warni yang indah, yang awalnya saya pikir tidak ada arti dari warna itu.

Hanya karena, yah namanya juga kartun. Saya pikir begitu.

Namun ternyata warna-warni tubuh mereka dapat memudar menjadi semacam warna kelabu, dan layar menjadi seperti televisi hitam putih. Hal ini terjadi ketika mereka mulai berpikir negatif dan menghilangkan semua pikiran positif dari diri mereka.

Mungkin Trolls bukan film pertama yang memiliki nilai akan pentingnya pikiran positif. Namun sebelumnya jika saya menonton film semodel begitu yang membawa nilai semacam itu, saya hanya mengangguk-angguk dan membatin, ah namanya juga kartun.

Tapi karena kebetulan saya menonton Trolls ini setelah memahami hubungan antara mind dan ANTs, saya mengangguk benar-benar dengan sepenuh hati. Ya, memang begitu adanya. Ya, itu bukan basa-basi kisah anak kecil semata.

Saya membaca mengenai ANTs ketika saya berada di posisi yang sangat buruk.

Entah apakah orang lain pernah mengalaminya atau tidak, tapi saya tidak tahu harus mencari jalan keluar dari mana lagi atas situasi yang saya alami saat itu. Sampai akhirnya saya, mendekati putus asa, mengetik di mesin pencari: how to tame monster inside yourself.

Saat itu saya belum mengenal istilah ANT. Yang saya rasakan hanyalah ada sesuatu yang besar dalam diri saya, sesuatu yang buruk, sesuatu yang salah; yang mempengaruhi hampir keseluruhan hidup saya. Yang saya tidak tahu apa itu namanya, jadi saya juga tidak bisa bertanya pada orang lain mengenai hal itu.

Ketika mengetik kalimat tersebut, saya menemukan berbagai tulisan mengenai ANT. Kabar baiknya, ternyata itu bukanlah monster yang merupakan bagian dari diri saya, atau bahkan diri saya sendiri (yang mana ini adalah hal yang sangat saya takutkan). Kabar buruknya, ANT ternyata berpengaruh jauh lebih besar dari yang saya bayangkan.

ANT adalah Automatic Negative Thought(s), atau dalam bahasa sederhananya adalah pikiran negatif.

Pikiran negatif sebenarnya bukan hal yang baru lagi, sudah sering kita dengar. Setiap saya membaca berbagai tips tentang kehidupan, hampir selalu berisi: hindari pikiran negatif. Tapi hampir setiap membaca juga, saya hanya ber-ya ya ya. Tidak menanggapi dengan serius hal itu. Ayolah, siapa yang tidak tahu kalau kita harus menghindari pikiran negatif?

Namun dengan konsep ANTs tersebut, saya jadi lebih menyadari betapa besar peranan pikiran negatif itu. Seperti yang ditulis di salah satu situs yang saya baca, kita harus belajar menghentikan ANTs atau mereka akan menghancurkan hidup kita.

Dan itu benar. Saya mengalaminya.

ANTs dianalogikan seperti semut (ant) yang muncul saat kita piknik, saya mengutip dari salah satu situs yang saya baca. Kalau jumlahnya hanya satu atau dua, mungkin tidak akan menjadi masalah. Tapi kalau yang datang segerombol semut, mereka akan membuat kita harus pindah dari tempat piknik itu. Menghancurkan piknik kita.

Begitu juga dengan peranan ANTs dalam pikiran kita. Ketika muncul satu dua pikiran negatif, kita membiarkan pikiran itu menyatakan diri dengan kuat sehingga kita pikir itu adalah hal yang benar. Pikiran kita menyetujui apa yang ANTs katakan, dan pikiran itu menggerakkan tubuh kita, mengontrol apa yang akan kita lakukan. Dan akhirnya, ANTs itu menjadi kenyataan.

Analogi sederhananya begini: saya berniat ingin mempelajari sesuatu yang baru, tapi muncul di kepala saya pikiran negatif bahwa, ah sudah susah mempelajari hal yang baru lagi umur segini. Pikiran saya pun membenarkan pikiran negatif itu, dan beranggapan ya sudahlah buat apa belajar kalau nggak akan bisa. Akhirnya saya tidak melakukan apa-apa untuk mempelajari hal baru itu karena berpikir akan percuma saja. Akhirnya, pikiran negatif tadi menjadi kenyataan; bahwa saya tidak bisa mempelajari hal baru.

Bagaimana menghadapinya?

ANT-eater.

Kita bisa menuliskan ANTs yang muncul di kepala kita, lalu hadapi satu persatu mereka. Konfrontasi, talk back. Apakah memang pikiran-pikiran itu benar?

Misalnya soal yang tidak bisa mempelajari hal baru tadi. Saya tulis ANT itu, lalu saya pikirkan baik-baik, apakah itu benar? Saya tulis lagi balasan  dari saya, siapa bilang tidak bisa? Toh saya belum mencobanya. Toh itu masa depan yang belum saya alami, dan saya bukan peramal yang bisa menebak apa yang terjadi di masa depan.

Dan cara ini sangat, sangat efektif. ANTs seperti kabut yang menutupi pikiran, begitu dilawan habis; semua jadi tampak lebih terang. Hati pun lebih ringan. Dan yang terpenting, hal-hal yang tadinya tampak salah dan tidak ada harapan; jadi terlihat jauh lebih baik.

Dan saya dapat melangkah lagi. Setelah dihambat oleh ANTs itu.

Haruskah ditulis? Saya sarankan iya. Karena ketika menulis, apa yang kita pikirkan lebih terstuktur dan jelas. Selama masih dalam kepala, ANT berputar kesana-kemari, menggaet ANT-ANT lainnya; menurut saya. Jadi lebih baik segera tuliskan ANTs supaya kita bisa berpikir logis untuk membalas dan menghadapi mereka.

Pertama, yang paling mendasar, kita semua perlu mengakui keberadaan ANT itu. Dan saya rasa hal itu memang tidak mudah, mengingat ANTs adalah hal buruk, dan tidak ada yang suka mengingat hal buruk. Selama ini saya selalu mengalihkan pikiran saya jika ANTs muncul, menunda untuk membahasnya dengan diri saya.

Tapi yang namanya menunda, suatu saat ia akan datang lagi. Beserta rombongan. Karena ANTs yang terlalu lama berdiam dalam kepala akan berkembang menjadi ANTs lainnya dan lebih banyak. Kalau sudah terlalu banyak, mereka akan semakin mengontrol pikiran kita. Dan kelanjutannya adalah, pikiran mengontrol tindakan kita. Dan tindakan membentuk keseluruhan hidup kita.

Karena itulah saya jadi lebih bisa relate ketika menonton film Trolls.

Ya, memang sedemikian besarnya peranan pikiran negatif atau ANTs. Yang di dalam film itu dapat merubah warna seseorang, membuat hidupnya kusam dan suram. Bukan lebay atau overdrama, tapi memang begitulah kenyataannya.

Saya pernah membaca sebuah manga berjudul QQ Sweeper, yang menceritakan tentang pembersih (ini bahasa saya saja, saya lupa apa istilahnya di manga itu) yang tugasnya membersihkan ruangan kotor; yang ternyata hati manusia. Di ruangan itu banyak berbagai serangga yang membisikkan pikiran-pikiran negatif pada pemilik hatinya. Untuk membersihkan ruangan itu, seorang pembersih harus berani mengusir dulu serangga-serangga itu. Kalau si pembersih takut, serangga akan semakin besar. Tapi kalau si pembersih berani, serangga-serangga itu yang akan takut dan dapat diusir dengan mudah.

Jadi daripada membiarkan ANTs terus memakan pikiran kita, memakan akal sehat kita, kita perlu mulai memberanikan diri untuk mengakui keberadaan mereka. Dengan begitu, kita baru bisa menghadapi mereka perlahan-lahan. Sampai habis.

Ketika mereka muncul, hadapi lagi. Terus begitu. Seperti halnya tubuh yang kotor dan perlu dibersihkan setiap hari, begitu juga pikiran kita. ANTs harus terus disapu bersih, kalau tidak mereka akan terus menggerogoti pikiran kita.

Saya menulis tulisan ini tidak dalam rangka apapun. Tidak dalam rangka mengikuti lomba, giveaway, tugas kampus (sok masih jadi mahasiswa :D), atau semacamnya. Hanya saja saya rasa, sayang sekali kalau saya sudah memahami soal apa itu ANTs, soal hubungan tiga hal dari judul tulisan ini; tapi tidak saya share kepada orang-orang. Benar-benar sayang sekali.

Bukannya saya jadi orang yang tiba-tiba memperhatikan dunia sosial, kemanusiaan, dan semacamnya. Saya hanya pernah mengalami bagaimana ANTs benar-benar mempengaruhi hidup saya, membuat saya benar-benar kehilangan arah hidup; dan  bahasa ekstrimnya mungkin itu semua membuat saya ‘lumpuh’ karena tidak bergerak dengan berarti dalam hidup saya. Saya pernah mengalami semua itu, mengalami bagaimana tidak berdayanya dan kacaunya keadaan itu. Jadi saya berharap dengan tulisan ini dapat sedikit membantu orang-orang yang mungkin mengalami keadaan seperti saya.

Tapi kalau ditanya, apakah saya ditolong oleh situs-situs ANTs dan para ahli yang menjelaskan dengan detail?

Saya akan menjawab dengan tegas: tidak. Bukan mereka yang menolong saya.

Allah yang menolong saya. Dia yang menuntun saya memiliki sisa-sisa kesadaran untuk menyelamatkan diri saya, yang berujung dengan menemukan berbagai penjelasan logis mengenai ANTs. Sebelumnya, saat saya masih tidak tahu harus apa, saya hanya bisa berdoa: Ya Allah, tolong selamatkan aku. Selamatkan aku.

Dan Allah menyelamatkan saya. Dengan berbagai cara yang tidak pernah saya sangka.

Jadi yang terpenting adalah, jangan lupa berdoa dan terus berdoa. Karena bagaimanapun juga, pada hakikatnya kita adalah makhluk yang lemah dan tidak punya daya sama sekali, kalau Allah tidak memberikannya.

Kembali lagi soal ANTs, mungkin tulisan saya ini masih terlalu mengawang untuk memahami lebih mendalam soal konsep itu. Selengkapnya bisa dibaca melalui situs ini atau ini.

Selamat berjuang melawan ANTs. Semoga kita semua selalu dapat kembali menemukan jalan pulang 🙂

pena runcing
ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

Author: ahazrina

sajak, kata, kisah, potret, pena

2 thoughts on “Mind, ANT(s), and Trolls”

  1. Aku baru denger tentang ANT zi, ternyata ada singkatannya begitu ya. Dan baru tahu, salah satu cara untuk menghadapinya dengan menuliskannya. selama ini, aku juga sering kayak gitu, tapi cuma ada di pikiran aja. dan semakin berusaha dihilangin, malah nggak pergi-pergi.

  2. Iyaa ratih bener banget, di pikiran udah berusaha diilangin tapi ga pergi2. Menurutku emang yg work itu ditulis, jd dihadapin langsung. Agak mirip ama nulis diary sih kata aku haha

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *