{SPOILER ALERT. Postingan ini akan bahas drakor Call It Love yang udah tamat dan mungkin nggak ada filter alur. Kalo yang nggak suka spoiler, silakan tonton dulu terus balik lagi kesini buat baca yaa}
Dari awal drama ini tayang, sebenernya aku udah mau nonton. Bahkan dari denger-denger kabar soal Lee Sungkyung sama Kim Youngkwang mau ngedrama bareng, aku udah niat mau nonton. Aku emang suka mereka berdua dan kayak cocok aja gitu kan dari visual, sama-sama tiang listrik wkwk.
Cuma pas tayang, aku malah maju mundur karena lihat postingan orang-orang di medsos yang bilang kalo drama ini tuh suram banget. Melow, slow, emosional; pokoknya hal-hal yang lagi kuhindari dulu deh. Dan aku baca dari sinopsisnya juga, udah kebayang betapa dramatisnya drama ini.
Ceritanya tentang upaya balas dendam Woojoo (Lee Sungkyung) ke anak selingkuhan ayahnya, Dongjin (Kim Youngkwang). Tapi yah karena ini drama, akhirnya mereka malah saling cinta. Dramatis banget, kan?
Tapi ketika akhirnya drama ini tamat dan kebetulan lagi santai libur lebaran juga, aku jadi tergoda buat nonton. Ya udahlah, udah selesai ini bisa langsung dicepet-cepetin kalo bosen; begitu pikirku. Dengan ekspektasi kalo aku akan ketiduran di tengah jalan (karena mulai nonton emang malam), aku pun maraton drama ini.
Terus, bertahan sampai episode berapa aku nonton?
Sampai akhir, yeorobun! Ternyata aku nggak ketiduran sepanjang nontonin ini. Sama sekali nggak ada ngantuk-ngantuknya, bosen-bosennya nonton drama ini. Jauh dari ekspektasiku di awal deh pokoknya.
Kenapa bisa begitu? Banyaaaak banget faktornya.
Drama ini udah berhasil menarik perhatian ini bahkan sejak detik-detik pertama mereka mulai. Dengan menampilkan scene sebuah kantor dan orang-orang di dalamnya, ada voice over yang kayaknya penyiar radio yang mengiringi. Dan bahas tentang penyair dan punggung seseorang, kurang lebih begini:
“Seorang penyair pernah mengatakan hal ini. Jika kau ingin memahami, memaafkan, dan mencintai seseorang; amati bagaimana sosok mereka dari belakang cukup lama. Jika kau melakukan itu, kau tidak perlu berusaha memahami, memaafkan, atau mencintai mereka karena bayangan kesepian mereka akan membuatmu menangis tanpa kau sadari. Itu benar. Memahami kesepian seseorang… bagiku, kurasa itulah awal dari cinta.”
Aku yang seneng sama hal-hal kayak puisi dan konsep-konsep kabur (?) kayak gitu langsung kepincut dong sama drama ini hahaha. Dan menurut aku, penyajian scene dan voice over macam gini ampuh banget buat menarik perhatian penonton di menit-menit awal. Karena nggak jarang ketika nonton drama, aku tuh belum dapat feel-nya di awal dan harus nunggu agak pertengahan episode; bahkan nunggu episode 2 dulu.
Sedangkan di Call It Love, semenjak muncul intro dari penyiar radio (?) itu mataku terus nggak bisa lepas dari layar. Scene demi scene yang muncul juga tertata apik, enak buat dilihat. Sempet buatku ngebatin, loh kok tahu-tahu muncul ini? Tapi anehnya, tetap enak buat ditonton, smooth gitu pergantiannya.
Alur Mengalir dengan Porsi yang Pas
Drama ini nggak banyak nunaninu yang bikin bingung dan bertanya-tanya, apalagi penonton kan pasti beradaptasi dulu ya di awal. Uniknya juga, pengenalan tokohnya juga nggak se-kentara kayak drakor pada umumnya. Biasanya kan di awal itu drama sibuk memperkenalkan siapa aja tokohnya, bagaimana karakternya, dll.
Cuma di drama ini, perkenalan tokohnya, karakter mereka, sampai masalah-masalah yang mereka hadapi itu mengalir begitu aja. Seolah menyampaikan bahwa kisah mereka sudah ada bahkan sebelum drama ini mulai dilihat penonton. Jadi kita kayak lagi nonton gimana kehidupan mereka apa adanya aja gitu, nggak terlalu kayak start dalam sebuah drama.
Dan tentu aja, aku juga tetap butuh waktu buat mengenali semua tokoh-tokoh yang ada di drama ini. Nggak lantas aku bisa langsung tahu dan hafal ada siapa aja tokohnya. Cuma bedanya, lebih smooth dan enak ditonton aja. Aku bisa nonton dengan santai tanpa perlu sering-sering pause dan balik lagi buat ngecek ini tadi siapa ya, ini siapa ya.
Terus bagusnya lagi, drama ini nggak terlalu mengulur alur. Dalam satu episode aja bisa banyak hal yang terjadi, tapi porsinya tetap pas. Nggak terlalu padat, nggak terlalu lengang juga. Jadi nggak kelamaan, nggak terlalu terburu-buru juga. Pas dan apik banget penataan ceritanya pokoknya!
Tapi drama ini beneran suram nggak, sih?
Kalo mau jujur, jawabanku adalah iya. Tapi anehnya, suram dalam Call It Love ini adalah suram yang menyenangkan, menenangkan. Nah loh, kok bisa gitu?
Aku juga nggak ngerti sebenernya hahahaha. Kayaknya baru sekarang ini aku nonton drakor yang suram, tapi aku seneng. Nggak bikin sedih atau jadi berasa down gitu pas nontonnya. Emang, ada beberapa scene sedihnya. Tapi itu tuh udah mendekati plot climax yang emang seharusnya sedih gitu, bukan sepanjang drama sedih bawaannya.
Padahal kalo dilihat-lihat, banyak aspek drama ini yang suram. Dari outfit dan ekspresi mukanya Woojoo, punggung layunya Dongjin, sampai lighting drama ini. Dari poster aja udah kelihatan kan kalo ini tuh model drama yang lighting-nya nggak cerah, malah sendu-sendu redup gitu.
Tapi anehnya lagi, nggak ngebosenin! Anehnya, perpaduan hal-hal itu malah bikin drama ini enak buat ditonton. Kayak ada efek calming gitu, tapi jelas ini bukan drama healing. Ini tuh drama yang bisa berpotensi jadi makjang banget, dilihat dari gimana inti cerita dan alurnya. Cuma kerennya, ini sama sekali nggak makjang.
Dan buat drama semacam ini tuh pasti nggak gampang, makanya sepanjang nonton aku salut sama sutradara dan penulisnya. Ini TMI sih, cuma aku juga pernah bikin cerita semodel begini dimana leads-nya kejebak drama suka sama anak pelakor yang ngehancurin keluarganya. Dan itu susaaaaah banget bikinnya T_T aku maunya bisa bikin yang semodel begini, tapi banyak nggak tega dan bingung di tengah jalan, jadi hasilnya masih kurang sesuai harapan.
Suram, Tapi Tetap Apik
Berapa kali kata apik muncul di tulisan ini, ya? Hahaha.
Call It Love memang bisa dengan apiknya menyajikan semua yang ingin mereka sampaikan. Konflik keluarga yang jadi korban pelakor terbangun, gimana rasa sakit dan dendam yang ada dalam hati anak-anaknya, sekaligus gimana dengan uniknya cinta juga terbangun. Yang kalo berada di tangan yang berbeda, mungkin drama ini akan penuh dengan jambak-jambakan dan tampar-tamparan; cuma di sini enggak.
Pokoknya kalo bahas drama ini, ujung-ujungnya selalu berakhir dengan: ini keren banget deh pokoknya! Kata pokoknya sampai keluar dua kali wkwkwk, saking emang se-keren itu. Pantes aja banyak yang bilang kalo drama ini sinematografinya bagus. Yaa aku nggak terlalu ngerti soal sinematografi dll sih, tapi dengan enak ditonton dan bikin wah wah terus kan menunjukkan emang sebagus itu!
Kalo aku suka scene yang intro sama pas Dongjin tidur terus mimpinya nyambung ke bayangan di dinding gitu. Bagus banget, aku nggak ngerti-ngerti banget tapi kayak banyak dan dalam maknanya. Di intro kayak menunjukkan gimana konflik dan emosi di dalamnya, terus yang Dongjin mimpi itu kayak artistik gitu tapi sedih juga nggak tahu kenapa 🙁
Call It Love Secara Harfiah
Sejujurnya pas lihat judulnya, aku nggak paham ini maksudnya apa ya. Baca judul literal dan hangul-nya juga masih bingung, artinya kan kayak: sebut saja itu cinta. Ya benar ya Call It Love wkwkwk. Cuma intinya, aku nggak ngerti kenapa dikasih judul begitu.
Tapi setelah mendekati akhir dan menyaksikan segala drama antara Woojo dan Dongjin, aku mulai paham kenapa judulnya begitu. Drama ini seperti menunjukkan kalo ya apa yang mereka alami dan lakukan, serta putuskan; itulah cinta. Itu cara mereka mencintai satu sama lain, juga bagaimana proses cinta mereka.
Dari yang awalnya saling benci, sampai kasihan, sampai akhirnya jatuh cinta. Terutama buat kasusnya Woojoo ya, yang bener-bener dia tuh kayak emang ‘jatuh’ gitu. Tanpa peringatan, tanpa bisa ditahan, bahkan tanpa dia sadari awalnya. Tahu-tahu udah jatuh, udah kejeblos (?) dan nggak bisa keluar. Duh, sedalam apa coba rasanya T_T
Kisah cinta yang gemes sekaligus greget
Ketika mereka udah saling tahu gimana perasaan masing-masing dan mulai pacaran, itu lucu banget sih. Aku kira mereka bakal ngumpet-ngumpet dari orang kantor, tapi ternyata selow aja. Dongjin malah terang-terangan menunjukkan kalo mereka ada apa-apa, dan Woojoo juga kayak nggak ambil pusing. Kayaknya buat Woojoo, ah lebih pusing urusan keluarga gue daripada omongan orang kantor ini wkwk.
Dan itu gemes bangeeeet. Tipe drama slowburn romance, yang pelan-pelan prosesnya tapi ngena banget di hati gitu. Nggak banyak kehebohan, jadian juga kalem-kalem aja, tapi dalam banget gitu. Bahkan gestur-gestur kecil mereka pun bikin baper, tibang lihat-lihatan aja bikin hati jumpalitan hahahaha.
Daaan cinta mereka paling kelihatan itu ketika menghadapi masalah, dari masalah rival bisnis, rival cinta, sampai keluarga. Gimana Woojoo yang pasang badan buat Dongjin dari rival bisnisnya, Dongjin yang ngamuk pas tahu Woojoo terluka padahal selama ini dia tahan aja diapa-apain sama rivalnya, Woojoo yang minta Minyeong (Hani) buat pindah soalnya bikin Dongjin nggak nyaman, sampai gimana sikap Woojoo dan Dongjin di depan kedua keluarga.
Apa yang mereka lakukan itu kayak menunjukkan banget gimana cinta mereka satu sama lain. Kerennya lagi, itu semua mereka lakukan bukan ketika lagi pacaran aja. Tapi dari sebelum pacaran, sedang pacaran, sampai ketika harus putus. Mereka konsisten aja gitu melakukan apa kata hati, kayak ya mau kita jadian atau engga gue tetap cinta. Sedang bersama atau tidak, cinta tetap jalan. Duh, sedalam apa coba itu cinta mereka >.<
Terus kemarin-kemarin aku baru nonton interview mereka yang lagi promote drama. Kalo kata Sungkyung, drama ini tuh ngasih pesan buat: biarkan kami mencintai, let us love, uri geunyang saranghaja, dll. Dan emang benar sih, dengan segala halangan rintangan dari keluarga yang dramatis itu; pesan drama ini emang seolah bilang ya udahlah biarin aja mereka bersatu plisss.
Miris dan nyesek banget pokoknya nonton kisah cinta mereka T_T
Saking mirisnya, aku sampai nangis pas drama ini lagi puncak-puncak sedihnya. Aku udah lamaaaa banget nggak nangis nontonin drakor. Paling ya sedih aja gitu, nyesek aja gitu, tapi nggak sampai nangis. Tapi pas scene mereka putus, aku langsung nangis dan itu rasanya sediiiih banget. Mereka yang putus, hati aku yang nyesek nggak karuan T_T
Sedihnya lagi, mereka tuh putus dalam kecintaan yang besar. Gimana ya bilangnya, ketika mereka putus pun kita bisa lihat betapa besarnya cinta mereka gitu. Dua kali kan adegan putus, dan itu sedih banget dua-duanya. Yang pertama sih yang bikin aku sampai nangis itu, parah banget sedihnyaaaa.
Dan salutnya aku sama couple tiang listrik ini, mereka seolah masih menjaga cintanya meskipun sedang putus. Padahal nggak saling janji buat ketemu lagi, atau minta jangan berubah dll. Tapi mereka kayak setia aja gitu atas cintanya tanpa diminta, emang pengen sendiri.
Sukanya lagi, mereka nggak berusaha saling menyakiti dengan dalih demi kebaikan bersama dan keadaan yang mengharuskan pisah. Mereka tetap jujur sama perasaan masing-masing, tapi sadar sama keadaan keluarga. Nggak ada drama sok-sok berlaku jahat biar pasangannya benci, biar minta putus.
Tapi ya mereka putus sebagaimana adanya aja, gimana keadaan aja. Bahkan pas putus pun masih penuh cinta auranya, gimana nggak makin nyesek hikss T_T
Sudut Pandang Lain dari Balas Dendam
Di tengah gempuran drama balas dendam penuh darah, Call It Love seperti memberi sudut pandang lain tentang apa itu balas dendam yang sesungguhnya. Gimana balas dendam kalo diterapkan di dunia nyata, dan bagaimana efeknya buat kita. Buat yang melakukan balas dendam, maksudnya.
Emang kalo nonton drama balas dendam yang penuh gejolak, kayaknya memuaskan gitu lihat orang-orang jahat mendapatkan karmanya. Kayak, ya emang itu hal yang sepantasnya buat mereka dapatkan. Enak aja kita doang yang tersiksa, mereka juga harus tersiksa. Gitu lah ya kan kurang lebihnya.
Tapi di Call It Love, kita bisa melihat gimana gambaran yang lebih realistis dari aksi balas dendam itu. Pertama, emang semudah dan setega itu? Ketika Woojoo datang ke pemakaman ayahnya buat balas dendam, dia nggak ‘selepas’ itu meluapkan kemarahannya. Buatku sih Woojoo masih ada sopan santunnya, nggak main jambak dan tampar kayak di drama makjang yang sering kutonton wkwk.
Awalnya aku greget, Woojoo kok gitu doang sih balas dendamnya. Tapi terus aku mikir, di dunia nyata emang kita bisa segitunya? Dengan banyak orang yang menatap, kita emang bisa asal tampar dan jambak? Asal berkata kasar kebun binatang keluar semua?
Dan mungkin ini cara penulis atau sutradara menunjukkan kalo Woojoo nggak sejahat itu. Kalo yang disakiti yang nggak sejahat yang menyakiti, nggak setega yang menyakiti. Makanya yang jahat dan tega yang jadi penjahat. Dan ternyata nggak semua orang bisa jadi orang jahat.
Setelah balas dendam, lalu apa?
Nah yang kedua, apakah hati jadi tenang tentram damai setelah melakukan balas dendam? Dari kasus Woojoo, dia sama sekali nggak mendapatkan kedamaian setelah balas dendam. Tapi dari situ, dia baru bisa memahami kata-kata ibunya soal menerima dan memaafkan. Kalo pada akhirnya, memang jalan yang menenangkan dan mendamaikan memang memaafkan.
Cuma yang aku suka (lagi), drama ini menyajikan bagaimana proses seseorang berdamai dengan masa lalu dan dendamnya. Nggak serta merta langsung bisa memaafkan pas disuruh udah maafin aja, udah terima aja. Tapi ngalamin sendiri gimana prosesnya yang kemudian muncul kesadaran tentang memaafkan.
Di sisi lain, drama ini juga menunjukkan bahwa kita harus tahu kapan perlu menerima dan kapan perlu menolak atau melawan. Kayak kasusnya Dongjin yang apa-apa terima bae, terus lama-lama dia bisa bedakan mana yang harus diterima dan ditolak. Ya tentunya berkat neng Woojoo tercinta hihi.
Perkembangan Karakter Sepanjang Drama
Bukan cuma proses menerima dan memaafkan, drama ini juga menggambarkan gimana proses perkembangan karakternya. Dari Woojoo dengan perjalanan balas dendam dan cintanya, Dongjin dengan masa lalu dan perjalanan cinta juga, sampai karakter-karakter lainnya.
Buat aku, salah satu karakter yang terlihat banget perkembangannya adalah Hyesung (Kim Yewon). Di awal-awal drama, aku ngelihat Hyesung sebagai seorang wanita yang childish dan bucin akut, nggak bisa lepas dari cinta. Bahkan aku sempet ngira Hyesung ini adiknya Woojoo, gara-gara emang Woojoo yang ngurus apa-apa di rumah dan Hyesung sekilas model princess-like gitu.
Tapi seiring berjalannya episode, drama ini menunjukkan kalo Hyesung hanyalah wanita yang memiliki banyak cinta. She is truly lovely, lovable. Dia hanya jujur sama perasaannya dan berani buat memperjuangkannya, meski hasilnya nggak selalu mulus. Nggak se-childish dan princess-like juga ternyata wkwkwk.
Memahami karakter kayak memahami manusia pada umumnya, sih.
Perkembangan, atau mungkin tepatnya penyajian, karakter ini yang bikin aku nggak bisa sebel sama tokoh-tokoh di drama. Ini kayak ketika kita baru kenal orang, kita hanya melihat apa yang menonjol dari orang tersebut. Baru seiring berjalannya waktu, kita sadar kalo ternyata ada banyak sisi dari orang tersebut yang menarik dan ‘membumi’. Jadi lebih manusiawi dan bikin maklum gitu, nggak asal sebel dan judge jadinya hehehe.
Begitu juga dengan tokoh Minyoung, yang awalnya aku kesel banget lihat dia. Ya nggak tahu diri aja lah, udah mutusin seenaknya ninggal nikah terus sekarang balik lagi. Tapi lama-lama jadi ya udahlah, itu proses Minyoung yang juga lagi sakit hati dan berdamai dengan dirinya. Untung juga dia ngeselinnya nggak lama-lama wkwkwk, ini bukan drama semodel itu yeorobun; jadi tenang aja.
Btw, aku juga suka tokoh Yoon Jun (Sung Joon) di drama ini. Dia bener-bener teman yang loyal, bukan cuma sama Woojoo tapi sama keluarganya Woojoo. Aku sempet khawatir, duh nanti kalo dia ternyata suka Woojoo dan jadi sad boy gimana, males banget. Tapi untungnya enggak yah, jadi aman terkendali. Lagian drama ini udah terlalu dramatis tanpa adanya sad boy wkwk.
Aku juga suka gimana para tokoh di drama ini sadar akan perasaannya tanpa perlu ada orang ketiga yang bikin cemburu. Dari Woojoo, Dongjin, sampai Jun. Justru mereka sadar akan perasaannya ketika orang yang mereka cintai lagi dalam kesulitan. Yang bikin sadar itu dorongan buat ada di samping orang itu, bukan karena keberadaan orang ketiga.
Dan itu indah banget. Ya ampun plis penulis dan sutradara, ini dramanya bikin baper banget!
Call It Love: Rewatch for Life
Ini kayaknya bakal jadi salah satu drakor of my life sih hahaha. Bakal aku sering tontonin ulang, apalagi kalo lagi pengen ngebaper. Call It Love ini emang menyakitkan banget ceritanya, tapi anehnya bisa terbungkus dengan apik dan indah.
Tapi kayaknya emang cerita yang mengiris hati itu lebih berkesan dan feel-nya lebih dalam ya, kayak drama Chocolate. Kisah sedih itu bertahan lebih lama dibanding cerita manis. Apa aku aja yang seleranya begitu wkwkwk.
Selain yang aku bahas di tulisan ini pun sebenernya masih banyaaak banget yang pengen kubahas. Kayak banyak banget aspek-aspek yang mau aku omongin terus dan terus. Kekaguman yang pengen aku sebarkan ke dunia, pokoknya mau semua orang tahu bagusnya drama ini hahahaha.
Jadi aku pribadi sih sangat merekomendasikan drama ini, yeorobun. Emang buat mulai nontonnya agak berat yah, aku juga sempet nunda-nunda mulu sampai akhirnya tamat. Tapi begitu mulai malah nggak bisa berhenti! Yang menghentikanku malah jam yang menunjukkan pukul 3 pagi wkwkkwk, jangan ditiru ya, yeorobun.
Oke, selamat menonton! Selamat jatuh cinta pada kisah Woojoo dan Dongjin, serta seisi drama ini!